CARA PANDANG YANG MEMATIKAN
“Tuan, aku tahu bahwa tuan adalah manusia yang kejam yang menuai di tempat di mana tuan tidak menabur dan yang memungut dari tempat di mana tuan tidak menanam” (Mat 25:24).
*Sumber: Matius 25:14-30*
Perhatikan respon hamba penerima lima talenta terhadap tuannya yang baru pulang setelah lama pergi ke luar negeri: ”Tuan, lima talenta tuan percayakan kepadaku; lihat, aku telah beroleh laba lima talenta” (20). Apa yang tersirat dari perkataannya?
Ada sukacita, rasa bangga dan semangat ingin menunjukkan prestasi kepada tuannya. Why? Karena kepadanya telah dipercayakan penuh harta tuannya yang tidak sedikit jumlahnya; “..lima talenta tuan percayakan kepadaku..” (20), yang sekarang jumlah itu sekitar Rp 10 miliar.
Seberapa besar kepercayaan yang diberikan tuannya? Pertama, tuannya tidak menentukan jumlah yang harus diberikan kepadanya, karena tuannya memberikan : “..masing-masing menurut kesanggupannya..” (15). Jadi tuannya tidak pilih kasih terhadap hamba-hambanya.
Lantaran hamba penerima 5 talenta itu merasa mampu membiakkan uang sebesar Rp 10 miliar rupiah, maka sejumlah itulah yang diberikan tuannya. Jadi hamba itu sendiri yang menentukan jumlahnya, bukan tuannya.
Kedua, tuannya tidak campur tangan dalam pengelolaan uang yang telah dipercayakannya. Apakah mau dibelikan saham PT Telkom, investasi crypto, bikin kos-kosan, beli emas ANTAM, buka café di Kemang, invest di properti atau hanya didepositokan saja, terserah.
Apakah tuannya tidak kuatir para hambanya melarikan uangnya yang jumlahnya tidak sedikit itu? Risiko tetap ada. Tapi tuannya ambil risiko itu. Why? Karena saking percayanya kepada hambanya. Alhasil hamba penerima 5 talenta (juga penerima 2 talenta) itu sukses mengembangkan uang itu.
Apa yang bikin dia sukses? Karena dia meresponi secara positif amanat tuannya. Dia memandang tuannya sebagai pribadi yang baik, care, menghargainya, penuh kepercayaan, mau menanggung risiko seandainya dia gagal.
Sehingga dia bekerja dengan giat, gembira dan semangat ingin mencetak prestasi, terlebih lagi dia bisa sebebas-bebasnya menentukan jenis usaha yang menurutnya sangat menguntungkan. Pokoknya, begitu tuannya pulang nanti, uang itu sudah berkembang biak dan tuannya puas.
Dan terbukti
tuannya memperoleh laba dari hasil pengembangbiakan lima talenta jadi Rp 20 miliar,
begitu pula laba dari hamba penerima 2 talenta kini menjadi Rp 8 miliar.
Tapi bagaimana dengan si penerima 1 talenta alias Rp2 miliar, mengapa dia
gagal? Perhatikan respon hamba penerima 1 talenta saat tuannya baru pulang dari luar negeri:
“Tuan, aku tahu bahwa tuan adalah manusia yang kejam yang menuai di tempat di
mana tuan tidak menabur dan yang memungut dari tempat di mana tuan tidak
menanam. Karena itu aku takut dan pergi menyembunyikan talenta tuan itu di
dalam tanah: Ini, terimalah kepunyaan tuan” (24-25).
Lihat cara pandang hamba penerima 1 talenta itu terhadap tuannya. Cara pandang yang berbeda 180 derajat terhadap tuannya bikin output nya juga amat berbeda terhadap hamba penerima 5 dan 2 talenta?
Hamba 5 dan
2 talenta memandang tuannya amat
sangat positif sehingga mereka tidak mau mengecewakan tuannya yang telah mempercayakaan
hartanya secara penuh, sementara hamba 1 talenta ini memandang tuannya sebaliknya.
Tuannya dipandang selaku pribadi yang kejam. Di mana kejamnya? Bahwasanya bukan
tuannya yang menentukan jumlah uang yang
diterimanya yakni 1 talenta, melainkan hamba itu sendiri, itu menunjukkan
tuannya itu fair atau adil, bukan
kejam.
Jika gajinya dirasa masih kurang, si hamba 1 talenta itu bisa ambil dari talenta yang dia terima, kan tuannya tidak ikut cawe-cawe dalam dia menentukan portfolio investasi apa yang mau dia ambil. Yang penting nanti uang itu berkembang.
How come tuannya dianggap menuai di
tempat di mana tuan tidak menabur dan yang memungut dari tempat di mana tuan
tidak menanam. Bukankah dia pegawainya, yang makan minum dan hidup dari gaji
yang diterimanya? Sudah seharusnya dia taat pada perintah tuannya, bukan?
Tugas mengembangkan talenta dianggapnya sebagai penindasan yang menyengsarakan,
sedangkan bagi si penerima 5 dan 2 talenta dianggap sebagai tantangan yang
mengasyikan, baik secara proses maupun secara hasil.
Benarlah
kata tuannya bahwa hamba 1 talenta ini jahat dan malas: ”Hai kamu, hamba yang
jahat dan malas, jadi kamu sudah tahu, bahwa aku menuai di tempat di mana aku
tidak menabur dan memungut dari tempat di mana aku tidak menanam” (25,26).
Jahat karena pikirannya selalu negatif, sehingga ia bertindak secara negatif
pula. Dia melawan perintah tuannya: alih-alih memutar uang itu tapi dia malah menyimpannya di dalam tanah. Itu juga menunjukkan karakternya
yang pemalas.
Alhasil, lantaran uangnya disimpan di dalam tanah, nilainya sudah banyak tergerus tatkala tuannya datang. Pantas dia hanya mau terima 1 talenta, tidak mau lebih. Selain itu dia tidak konsisten terhadap cara pandangnya sendiri.
Jika dia udah tahu –menurut pandangannya sendiri—bahwa tuannya adalah pribadi yang kejam, mengapa uangnya tidak: “..kauberikan kepada orang yang menjalankan uang, supaya sekembaliku aku menerimanya serta dengan bunganya”? (27).
Apa hukuman bagi si hamba 1 talenta itu? Uangnya diambil dan diberikan kepada hamba 10 talenta (28) dan terhadap dirinya tuannya memberi perintah: “campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi” (30).
Tuannya menganggap hamba itu jahat, malas dan tidak berguna, maka dia dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling gelap di mana terdapat ratap dan kertak gigi alias kematian kekal.
Well, bisa disimpulkan cara pandang
seseorang terhadap Tuhan sangat menentukan nasib orang itu. Anda masih ingat apa “lagu wajib” yang
sering didendangkan oleh bani Israel saat mereka bersungut-sungut kepada Musa
di padang gurun? Ini:
“Apakah karena tidak ada kuburan di Mesir, maka engkau membawa kami untuk mati
di padang gurun ini? Apakah yang kauperbuat ini terhadap kami dengan membawa
kami keluar dari Mesir?” (Kel 14:11).
“Ah, kalau kami mati tadinya di tanah Mesir oleh tangan TUHAN ketika kami duduk menghadapi kuali berisi daging dan makan roti sampai kenyang! Sebab kamu membawa kami keluar ke padang gurun ini untuk membunuh seluruh jemaah ini dengan kelaparan" (Kel 16:3).
"Ah,
sekiranya kami mati di tanah Mesir, atau di padang gurun ini!” (Bil 14:2).
Perjalanan bangsa Israel dari Mesir ke Kanaan yang seharusnya dipandang sebagai
sebuah _adventure_ yang menegangkan namun mengasyikan bersama
Allah, malah mereka pandang sebagai upaya Allah membunuh mereka di padang
gurun.
Apa respon Allah? Pasca bangsa Israel takut menyerang Kanaan lantaran dihasut oleh 10 pengintai yang menyebarkan kabar busuk tersebut, Tuhan mengijinkan apa yang mereka imani, atau apa mereka perkatakan, terwujud:
“Demi Aku yang hidup, demikianlah firman TUHAN, bahwasanya seperti yang kamu katakan di hadapan-Ku, demikianlah akan Kulakukan kepadamu.Di padang gurun ini bangkai-bangkaimu akan berhantaran,
yakni semua
orang di antara kamu yang dicatat, semua tanpa terkecuali yang berumur dua
puluh tahun ke atas, karena kamu telah bersungut-sungut kepada-Ku” (Bil
14:29-30).
Bangsa Israel dalam sungut-sungut mereka selalu memperkatakan bahwasanya mereka
akan mati di padang gurun. Mereka memandang Allah sebagai pribadi yang hanya
akan membawa mereka kepada kematian di padang gurun.
Cara pandang seseorang terhadap Tuhan juga menunjukkan iman. Iman itu ditunjukkan melalui mulut, karena iman adalah berkata-kata (2 Kor 4:13). Apa yang dikatakan orang meluap dari hati (Luk 6:45). Bangsa Israel mengimani akan mati di padang gurun, dan terjadilah demikian.
Tuhan Yesus bilang: ”jadilah kepadamu menurut imanmu” (Mat 9:29).
Sekarang bagaimana Anda memandang Tuhan saat Anda menghadapi masalah? Jika Anda sakit, apakah Allah Anda pandang sebagai pribadi yang “mendidik” Anda dengan sakit-penyakit lantaran Anda sering ribut dengan suami, kurang kasih perpuluhan, abai kesehatan atau korupsi kecil-kecilan;
Atau Allah adalah
Bapa yang hadir untuk kesembuhan Anda anak-anakNya yang amat dikasihinya, yang kendati tidak mentolerir dosa
atau ketelodoran Anda dalam menjaga kesehatan, namun Dia sudah mengijinkan punggung
Tuhan Yesus luka (Mat 8:16-17) agar Anda sembuh?
Jika cara pandang Anda yang pertama, Anda akan tidak mudah atau lama sembuh,
karena Anda mengimani hal yang negatif: Allah adalah problem.
Jika yang kedua, Anda akan lebih cepat sembuh karena Anda gembira, semangat dan
bersyukur lantaran Anda
percaya :”oleh bilur-bilurNya Anda sudah sembuh” (1 Pet
2:24b). Itu yang Anda imani dan Anda
perkatakan terus. Dengan demikian Allah bagi Anda adalah solusi.
Jadi cara pandang Anda terhadap Allah, yang bisa dilihat dari bagaimana Anda memandang FirmanNya, akan sangat menentukan nasib Anda. Tuhan bilang:
“Barangsiapa menyambut seorang nabi sebagai nabi, ia akan menerima upah nabi, dan barangsiapa menyambut seorang benar sebagai orang benar, ia akan menerima upah orang benar” (Mat 10:41)
Anda menyambut Yesus selaku Tuhan dan dengan demikian Anda selalu memperkatakan dan taat melakukan FirmanNya, Anda akan memperoleh upah Tuhan: hidup kekal. Karena: “..Perkataan-perkataan yang Kukatakan kepadamu adalah roh dan hidup” (Yoh 6:63).
Pilihlah hidup (Ul 30:19).
GBU.
Komentar
Posting Komentar